--> Skip to main content

30+ Puisi Tentang Pendidikan Dan Sekolah, Penuh Makna dan Pesan Moral

Puisi Pendidikan - Seperti yang Anda tahu, puisi pendidikan ditulis untuk memberi Anda gagasan bahwa aspek ini sangat berpengaruh dalam kehidupan. Pendidikan yang berkualitas akan menjadi ujung tombak bagi kemajuan dan masa depan bangsa. Betapa pentingnya nilai pendidikan, tetapi masih sering menjadi polemik di negara kita. Senang bisa menulis kembali (lebih tepatnya menulis ulang) puisi tentang pendidikan. Di halaman ini, kami menyediakan koleksi puisi pendidikan yang diambil dari berbagai sumber, dengan tujuan - tentu saja - sebagai bahan referensi dan inspirasi bagi Anda dalam membuat tema pendidikan bertema puisi.

Setiap puisi pendidikan di bawah ini ditulis oleh individu-individu yang mencintai puisi dan memiliki kreativitas dalam menyusun kata-kata puitis yang bermakna, meramu intuisi, imajinasi, ide, dan ide-ide mereka dalam bentuk karya sastra dalam bentuk serangkaian puisi.

Nikmati koleksi puisi pendidikan di halaman ini.

Daftar isi 

  • Berpendidikanlah
  • Pena
  • Tina hitamku
  • Mimpi dan cita
  • Hanya pendidikan
  • Semangat baja pemuda bangsa
  • Lentera pendidikan
  • Asa siswa
  • Sejatinya pendidikan
  • Lelang pendidikan
  • Senandung literasi
  • Peti sejuta mimpi
  • Jam kosong kami bahagia
  • Ironi pendidikan
  • Buku
  • Sekolahku
  • Pendidikan pengentas kemiskinan (?)
  • Agen perubahan
  • Generasi Indonesia di negeri orang
  • Penutup

slogan Puisi Ki Hajar Dewantara

Semangat baja pemuda bangsa
Kini kerusuhan tlah jadi ketenangan
Pembantaian tlah jadi perdamaian
Hitam-putih sudah berwarna-warni
Kini negeri ini tlah berevolusi

Dan kini kitalah penerus mereka
Tak perlu di medan perang
Hanya perlu di ranah pendidikan
Mengukir prestasi, harumkan negeri ini

Kumpulkan segudang ilmu
Gunakan otakmu sebagai ruang alam pikiranmu
Perbaiki jalan pikiranmu yang buntu
Sadarkan pikiran dan hatimu yang kosong

Ayo satukan seluruh warna!
Kokohkan yang tlah satu
Jangan bilang tak bisa sebelum mencoba
Jangan lemah tak berdaya setelah jatuh

Bangkit dan bergerak!
Tunjukkan pada dunia bahwa kita bisa!

(Oleh: Nuraini Fitri)

Lentera pendidikan
Langkah kaki menapaki jalan
Tak tahu arah tujuan
Bagai hidup tak berpedoman
Seperti hidup dilanda kebodohan

Hidup tanpa ilmu
Bagai rumah tak berlampu
Gelap bagai abu
Seperti bayangan yang semu

Pada siapa ku bertanya
Tentang arti hidup yang sebenarnya
Ketika ilmu tak kupunya
Pendidikanlah yang menjadi jalannya

Cahaya di tengah kegelapan
Menerangi setiap kehidupan
Menumpas segala kebodohan
Yang merusak masa depan

Semangat dalam meraih asa
Tak pernah lelah dan putus asa
Berdoa pada Sang Kuasa
Sebagai generasi penerus bangsa.

(Oleh: Putri Tarisa Dewi)

Siswa sedang belajar
Asa siswa
Indahnya sekolah menengah
telah pun berlalu
semua lelah
sirna
tiada tersisa

kini,
masa telah berbeda
bangsa menanti
jati diri terus terpatri
untuk mengabdi pada negeri
tiga tahun berlalu

mahasiswa,
ya, itu asaku terus menggebu
kini ku tak lagi pakai seragam abu-abu
tapi aku tetap malu
sebab diri tak juga mampu
ukir rasa
bangga

kuingin rajut
impian
penuh harapan
semangatku pahat
beralas juang

betapa bangga
orang tua
pada jiwa
yang telah jadi dewasa
tapi apalah daya
aku
baru memulai asa
jadi mahasiswa

selagi kecil berusia muda
kiri kanan hamparan senja
jangan lengah
kerlipnya madah
itu hanya pelipur lara

kenang tak berkenan
harus dikenang
itulah jiwa petualang
harus terang
tenteram
tanpa geram
apalagi dendam
asaku hanya
jadi mahasiswa.

(Oleh: Rabiah, M. Pd.)

*Kamu juga bisa membaca puisi anak sekolah dasar di tautan tersebut.

Sejatinya pendidikan
Telah sejarah riwayatkan dalam sebuah mozaik destinasi
Tujuan luhur, agung nan bijaksana
Mencerdaskan kehidupan bangsa seutuhnya

Ia yang sejatinya bukan sekedar hak yang harus diterima
Melainkan adalah tulang punggung yang menentukan nasib
Pola yang menentukan karakter bangsa

Bocah lugu terlahir dari bijana terdalam
Berlari riang, bermain ke-sana ke-mari
Menyunggingkan senyum manis di kala guru tiba

Kerinduan itu kini sedikit telah terobati
Sederhana memang
Sederhana yang kadang terabaikan
Mereka ingin tahu, ada apa di sana
Mereka ingin paham, mengapa begini
Mereka ingin mengerti, mengapa mereka ada
Mereka ingin mencari apa tujuan mereka
Dan kadang mereka ingin tahu apa sejatinya yang mereka lakukan

Selaksa air yang melegakan dahaga
Mengubah horizon kemarau
Menjadi subur pengetahuan dalam kebijaksanaan.

(Oleh: Putri Anugerah)

Lelang pendidikan
Pendidikan…
Kata yang didengungkan oleh banyak kalangan
Katanya
Pendidikan itu tak memandang latar belakang
Namun, apalah daya
Itu ‘cuma’ slogan
Entah jaman yang telah berevolusi
Atau sedari dulu tetap begini

Pendidikan adalah hak setiap warga
Namun, mana buktinya
Kami beli, kami juga yang menjual
Itu kata yang sering terlontar, dari orang yang katanya berpendidikan
Kami beli mahal, maka kami juga mendapatkan yang mahal

Pantas saja jika negara ini tak mencapai kejayaan
Kelakuan orang orang berpendidikan tak lagi bisa di harapkan
Pendidikan investasi masa depan
Namun, bukan berarti pendidikan sebagai alasan untuk meraup pajak besar-besaran
Bukan pula sebagai alasan untuk meletakkan kaki di atas hidung anak jalanan

Mau sampai kapan, pendidikan akan terus dilelang
Hingga rakyat kecil musnah dengan perlahan?
Atau hingga jas mengkilat tak lagi muat dikenakan?

Tak hanya tuan yang membutuhkan
Tapi, kami juga tak meminta
Karena kami tak sanggup jika harus bermain lelang
Dengan apa yang seharusnya kami dapatkan.

(Oleh: Ahmad Latiful Ansori)

Senandung literasi
Senja ini semburat merah mewarna langit yang abu
Anganku terbang pada masa belajar mengeja
Kala itu, aku tersenyum mendengar dongeng pelajar nusantara
Sang penakluk bukit, penyisir sungai yang handal
Para pengejar ilmu, penggerak peradaban

Teruntuk pencinta ilmu
Membaca adalah bukti rindu yang menyeruak
Memaksa mata terkunci dengan baris dan baitnya
Lantas waktu bertransformasi jadi anak panah berkecepatan tak hingga
Dunia memang tak menjadi milikku, tapi aku mencipta duniaku sendiri

Aku ingin berkata lewat aksara, goresan pena
Merapal doa dan nasihat untuk maslahat
Diam untuk membaca, berkata untuk bercerita
Sebab literasi tak melulu tentang seni, tapi juga keinginan berbagi

Tinta senja adalah katalis bagi zaman yang tengah miris
Malam segera tiba, tapi fajar pasti menyingsing setelahnya
Maka mimpi dan usaha harus digerilya demi mentari yang lebih jinga.

(Oleh: Anisah Izdihar Nukma)

Peti sejuta mimpi
Mimpi ini terasa terkubur begitu dalam
Begitu dalam sampai tak bisa tergali
Ingin ku keluarkan mimpi-mimpi itu sekarang
Tapi itu tidaklah mudah….
Butuh sejuta peti emas untuk menggali mimpi itu
Itulah mahalnya pendidikan
Begitu mahal sampai harus mengubur mimpi ini.
Sungguh ku butuh peti emas itu
Apalah daya, mengisi perut keroncong pun sulit
Apakah hanya mimpi seorang anak pejabat yang bisa tumbuh?
Apakah niat tidaklah cukup tanpa sepeti emas?
Zaman yang begitu kaya….
Bukan karena kebodohan kami tidak bisa menggapai mimpi kami.
Tapi karena peti emas yang tidak bisa kami dapatkan.
Begitu kaya karena sejuta mimpi yang terkubur dengan sejuta peti emas.
Lebih baiklah tak perlu bermimpi,
Daripada bermimpi tapi harus terkubur jua.

(Oleh: Annisah Fatona)

Jam kosong kami bahagia
Betapa bahagia kami
Jam kosong tak ada guru terasa lagi
Telah menjadi tradisi; lumrahnya kami
Merekah senyum bahagia sana sini
Dan di sudut kiri
Guru mulai menyibukkan diri; melupa kepada kami

Ada yang membangkit senyum dari tidurnya
Ada yang membaca buku lalu menertawakannya
Ada pula yang mencela, pada daftar nama yang tertera

Begitulah kami
Pelajar generasi negeri ini
Yang gembira tiada henti
Kala jam kosong tak terganti.

(Oleh: AR. Izzal Muflihin)

Ironi pendidikan
Untukmu yang mengenyam pendidikan…
Di saat kau diberi kesempatan
Mengeja hal istimewa bernama pendidikan
Di saat yang sama kau malah menyia-nyiakan

Kau terjerembab dalam kenyamanan
Sekelilingmu pun kau abaikan
Bukankah pendidikan mengajarkan kepedulian
Ataukah kita yang terlalu asyik dengan keegoisan

Sadarilah di sisi lain, ada hati yang mengebu-gebu
Mendamba hal termewah yang kau jadikan sia-sia
Bangkit, lawan rasa malas dan keegoisan yang menggerogotimu
Atau kau terlarut dalam dunia yang menjadikanmu tak berguna.

(Oleh: Marleni Putri Bulawan)

Buku sumber ilmu
Buku
Buku adalah jendela dunia…
Membaca membuat kita pintar
Memahaminya membuat kita sadar
Bahwa bumi tidaklah hanya alam sekitar
Banyak pemahaman di dalamnya
Banyak pengetahuan isinya

Melalui buku kita tahu segalanya
Melalui buku kita bisa menjelajah angkasa
Buku…
Banyak sekali jasamu
Isi perut Bumi pun bisa kutahu
Hanya dengan membaca dan memahamimu
Tak pernah kuselami lautan luas
Tak pernah ku jelajah Kutub Utara
Namun melalui buku aku bisa tahu

Baca juga:  Kumpulan Puisi Anak SD Indonesia tentang Alam, Keluarga, dan Pendidikan
Hanya dari buku aku merasakan
Berbagai makhluk yang tinggal di lautan
Dinginnya udara di kutub sana
Terima kasih untukmu buku
Telah membuka wawasanku
Serta mengajari aku berbagai ilmu.

(Oleh: Ari Maulana)

Sekolahku
Engkau hanya seonggok batu yang termakan debu
Tapi tak ada jemu dalam jembatan ilmu jantungmu mendenyutkan cerita
Semangatmu mengucap cita cita
Dan hadirmu selalu terkenang

Kisah penting bermula dari bangkumu
Yang terbaik melangkah melalui tapak jalanmu
Gelak tawa maupun sendu yang hadir
Menjadi lembar pembuka tabir

Di tempat engkau berdiri
Jutaan pelita menyembul untuk negeri
Jembatan masa depan yang menyambung
Sekolahku, namamu akan selalu bergaung.

(Oleh: Diyah Rachmawati Tohari)

Pendidikan pengentas kemiskinan (?)
Kau bilang pendidikan itu jalan mengentas kemiskinan
Padahal untuk mengenyamnya saja kami harus bayar
Uang kami digerogoti layaknya ulat memakan daun
Tak peduli kami mampu atau kesusahan mengejarnya

Dibuatnya kami percaya akan janji-janji pendidikan
Kau bilang lulusan pendidikan mudah dapat pekerjaan
Nyatanya selepas wisuda terlalu banyak pengangguran
Janji-janji itu seolah mantap, mirip orasi calon pejabat

Tapi kau masih kukuh
Kau tetap bilang pendidikan pengentas itu kemiskinan
Kau memberi bukti lulusan yang menawan
Diperlihatkan jabatannya, hartanya dan penampilannya
Lagi-lagi, dia adalah seorang pekerja kantoran

Lalu, apakah pendidikan hanyalah batu loncatan
Kusebut demikian karena kami hanya berpindah
Berpindah tanpa arah dari satu gedung ke lainnya
Gedung itu bernama pendidikan
Kemudian bermuara ke perusahaan, juga pemerintahan

Jadi ini?
Ah bagiku tetap saja pendidikan bukan pengentas kemiskinan
Jika harta yang kau maksudkan, cukuplah berniaga
Berniaga membuat seseorang cepat kaya
Kau tak perlu pendidikan untuk harta
Pendidikan hanya akan menggerogoti kekayaan

(Oleh: Tsurayya Maknun)

Sarjana muda

Agen perubahan
Berjalan tegap menjelajahi aral rintang
Berkemeja rapi dalam penampilan
Mereka bilang, mereka pembawa perubahan
Entah perubahan apa yang dimaksudkan
Tetapi sejak dulu itu jadi tujuan

Status mahasiswa mereka sandang
Jenjang tertinggi dalam pendidikan
Tak hanya sarjana, magister, doktor, bahkan profesor jadi bagian
Dielukkan sebagai pembawa kedamaian
Lewat baktinya meluruskan janji-janji bualan

Setidaknya dengan harapan
Tiada lagi anak memegang gitar di tepi jalan
Tidak ada lagi anak menengadahkan tangan dengan wajah memelas di emperan
Wahai mahasiswa yang katanya pembawa perubahan
Bawalah anak-anak tadi dalam pelukan pendidikan.

(Oleh: Zahrani Ismi Aisyah)

Berpendidikanlah

Maka hidupmu akan berubah Berpendidikanlah ..
Maka mata yang mulanya hitam akan terang
Berpendidikanlah ..
Maka resahanmu akan menjadi emas

Banyak orang menganggur karena sekolah
Banyak orang pontang-panting karena sekolah
Memanglah pendidikan bukan jaminan
Tapi hendaknya berusahalah

Berpendidikanlah ..
Dunia tidak hanya membutuhkan kepandaianmu
Kini dunia tidak butuh itu
Karena cuma pandai itu tidak cukup
Yang dibutuhkan hanya tekadmu
Niatmu ..
Semangatmu ..
Usahamu ..

Pemerintah tidak akan mempersulitmu
Gunakan semua fasilitas
Semua ini untuk generasi bangsa
Manfaatkan .. manfaatkan ..

Masa depanmu di tanganmu
Pendidikan hanyalah jembatan
Hanyalah sarana
Bangkitlah ..
Majulah ..

Lihat dirimu
Apa kau ingin seperti orangtuamu
Air mata yang terus membasahi pipinya
Apa tak kasihan
Di mana hatimu ..

Ini semua untuknya bukan
Ayo bangkitlah
Ayo majulah
Ayo buktikan
Demi orangtuamu

Hingga dirimu berubah menjadi jingga yang ranum.

(Oleh: Iin Fajar Duhri Saputri)

Menulis dengan pena
Pena
Pena…
Kuikat ilmu dengannya…
Kutulis kisah sejarah bersamanya…

Pena…
Kugapai cita cita dengannya
Tak lupa teriring doa dan usaha
Sebagai wujud penghambaanku pada sang Pencipta

Pena…
Bersamanya, kutulis cerita cinta berbau surga
Agar manusia tak terjebak pada dunia yang fana
Tak jelas asalnya, tak jelas pula hasilnya

Pena…
Simbol peradaban dari zaman purba ke zaman aksara
Di mana manusia tak lagi menghambakan diri pada mitos yang tak jelas asalnya

Pena…
Dengannya, hidup manusia menjadi mulia
Lantaran mencari ilmu untuk kesejahteraan dunia.

(Oleh: Ade Lanuari Abdan Syakuro)

Tinta hitamku
Sunyi, gersang, redup…
Itulah diriku
12 tahun sudah mengemban ilmu, dengan rasa pilu
Diriku hanya insan biasa, yang masih kaku dalam mencarimu
Aku harus bangkit, bangkit dan bangkit
Demi sebuah kemenangan sejati
12 tahun sudah bersama tinta hitamku, menorehkan kata per kata di atas selembar kertas putih
Di sini bukan masalah gelar ataupun pangkat, namun masalah jati diri
Bukan untuk menjadi kaya, bukan!!
Cukup menjadi sebuah acuan dalam kehidupan
Di negeri ini aku menuntut ilmu, mencari hal baru dalam sebuah titik temu
Tinta hitam yang ku bawa bersama setumpuk buku
Kini menjadi saksi bisu dalam perjalananku
Mencapai nilai sempurna bukanlah hal yang mudah
Tidak cukup dengan membaca dan menulis.
Tak perlu bersandiwara untuk menjadi perwira
Benar, aku memang harus giat
Giat untuk sukses dalam kiat-kiat
Jangan biarkan otak kalian membeku hingga menjadi abu
Asahlah layaknya sebuah pisau yang tajam
Yakin bahwa masa depan ada di depan mata.

(Oleh: Eersta Tegar Chairunissa)

Impian dan cita cita

Tersenyum aku menahan getir dan rintihan jiwa
Sebab impian dan cita-cita terhenti
Oleh ketidak mampuanku dan tiadanya dukungan orangtua
Kusimpan mimpiku setelah lepas masa Putih Abu

Perjuanganku belum berakhir
Walau setitik harapan sudah kudapat
Pada Kota penuh cahaya ini
Aku datang untuk pergi, berkelana merajut cita

Tentang semua mimpi dan cita
Takkan pernah ada kata menyerah
Meski berpuluh kali aku telah jatuh
Berpuluh kali pula aku bangkit lagi

Di atas tanah Bumi Pertiwi aku melangkah
Di atas tanah ini pula ku berbakti, menuntut ilmu
Akan kutunjukkan pada Dunia, aku bisa
Aku mampu meraih mimpi dan cita-citaku, di Indonesia.

(Oleh: Elisabeth Yofrida)

Hanya pendidikan
Manusia berakal yang jauh dari moral
Tercemari udara kontemporer
Sudah jauh dari norma dan aturan
Siapa lagi yang bisa selamatkan
Selain tanaman pendidikan
Kelak manusia akan paham
Bahwa dirinya bukan apa-apa
Jika hanya ingin menikmati
Tanpa berusaha mati
Dengan pendidikan manusia akan tahu
Bahwa berakit itu ke hulu
Dan berenang ke tepian
Dengan pendidikan manusia akan sadar
Bahwa mimpi harus terus berakar
Untuk mencapai hidup tanpa samar
Hanya dengan pendidikan
Seluruh makhluk terselamatkan
Cinta dan kasih bertebaran
Hanya pendidikan
Bunga yang terus bermekaran
Harumnya semerbak bertebaran
Hanya pendidikan
Mampu selamatkan pergaulan
Mencapai mutiara masa depan
Hanya pendidikan
Selamanya hidup aman.

(Oleh: Salma Salsabila)

Generasi Indonesia di negeri orang
Membuka cakrawala
Mengenal alfabet Indonesia
Kala lidah sudah terbiasa dengan aksen Amerika
Ku tau engkau sedang tertatih mengeja buku
Bukan bei-yu bu kei-yu ku
Namun be-u bu ka-u ku

Kau lahir, hidup, dan tinggal bukan di negerimu
Generasi ketiga dari para perantau yang memilih menetap dan berhikmat
Semua tentang negerimu hanya kau dengar dari cerita gurumu di kelas, atau kakek nenekmu di rumah yang mulai lupa akan bahasa Indonesia

Aku tau, rindumu pada negerimu begitu besar Setiap hari kau bertanya seindah apa negerimu
Meski kau tidak puas dengan jawabanku, kelak dewasa kau akan
menemukan jawaban atas pertanyaanmu sendiri
Setiap hari kau berinteraksi dengan orang tempatan yang berbeda adat dan budaya
Di sekolah kau diajarkan budaya Indonesia, sopan santunya, ramah tamahnya,
serta gotong royong melalui pembiasaan-pembiasaan yang gurumu terapkan
Terkadang aku kesal saat kau bertingkah yang tidak mencerminkan karakter negeri kita Tapi aku tau, kau sedang belajar menjadi Indonesia
Memberi dan menerima dengan tangan kanan, bukan kiri

Meski belum sekalipun kau hirup udara negerimu
Meski belum sekalipun kau injakkan kaki di tanah negerimu
Kelak, masuklah ke dalam barisan orang-orang yang berbakti untuk negeri
Gunakan jiwa ragamu untuk membangun negeri.

(Oleh: Yunia Tiara Riski)

Penutup
Demikianlah kumpulan puisi edukasi yang bisa kami tulis di halaman ini, semoga bermanfaat dan memberi Anda inspirasi.

Jika Anda memiliki karya puisi, silakan tulis di kolom komentar, sehingga teman-teman lain juga dapat membacanya.
Mungkin Anda Suka
Buka Komentar
Tutup Komentar